JURNAL SOSIOLOGI AGAMA VOL. II NO. 2, Desember 2008


Sufisme Dan Kekuasaan Jawa Dalam Komunitas Pesantren

Chumaidi Syarief Romas

Dosen Pengantar Sosiologi Agama

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Dengan kemampuan supranatural, kekuasaan kharisma kiai mampu mempengaruhi santri di pesantren. Melalui praktek sufisme dan ritual tarekat bercorak Jawa sentris, kekuasaan kharismatik ini terlembaga yang kemudian membentuk kemampuan kognitif santri, sekaligus berfungsi melegitimasi kekuasaan kiai, baik melalui kesadaran subyektif maupun tindakan-tindakan sosial (kesadaran obyektif) santri yang bersifat mistis. Namun dalam situasi sosial terkini, kekuasaan kharisma kiai menghadapi tantangan berat. Proses modernisasi yang membawa nilai-nilai sekularisasi, rasionalisasi dan desakralisasi dunia sosial menimbulkan pergeseran institusional dalam memandang kekuasaan kiai. Akibatnya, ketegangan antara kekuasaan yang “status quo” (mistik) dengan “transformasi” (modernisasi dan indistrialisasi) dalam diri kiai melahirkan transisi sosial yang tidak ke sana dan tidak ke sini; la salafiyah wa la khalafiyah (liminalitas).

Kata kunci: Sufisme, kekuasaan kiai, perubahan, liminalitas


Pembentukan Jatidiri Dan Kesadaran Politik Etnik Di Kalimantan Selatan

Moh. Soehadha
Dosen Antropologi Sosial UIN SUKA

Pada banyak negara di Dunia Ketiga, politik pembangunan berfungsi untuk memobilisasi sumberdaya masyarakat secara nasional. Di Indonesia, politik pembangunan (modernisasi dan kapitalisme) dikembangkan ke wilayah pedesaan, bahkan sampai meringsek ke pedalaman. Ideologi development (al idulujiyah al jadidah) sebagai dasar politik pembangunan dengan mekanisme kontrol yang ketat, berakibat meminggirkan demokrasi. Pada masyarakat multi etnis Indonesia, ideologi pembangunan dilancarkan oleh Pemerintah Orde Baru untuk menciptakan pluralitas etnis sebagai bagian yang tunggal dan saling bergantung, demi kepentingan politik negara. Dalam perspektif inilah, artikel disajikan untuk menelaah secara sosial-antropologis kasus politik pembangunan di Indonesia dan peran negara yang mengakibatkan munculnya konflik antar etnik, isu peminggiran etnik minoritas pribumi (indigineous people), sekaligus tumbuhnya kesadaran politik etnik di komunitas etnik Kalimantan Selatan

Kata Kunci: Etnik, pembangunan, kesadaran politik identitas


Peran Tokoh Agama Dalam Menciptakan Kerukunan Beragama
Di Desa Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta

Muh. Syamsuddin
Dosen STIE Isti Ekatana Upaweda dan AMA Dhramala Yogyakarta

Sudah saatnya kebijakan kerukunan beragama berorientasi pada masyarakat daerah dengan segenap potensi dan sumber daya lokal yang dimiliki. Oleh karena itu kebijakan berbasis kearifan lokal diperlukan untuk membangun kerukunan beragama. Dari gagasan itulah, artikel ini disajikan untuk menganalisis peran tokoh agama lokal dalam menciptakan kerukunan hidup beragama, sekaligus telaah potensi masyarakat lokal itu sendiri sebagai subyek yang paling memahami permasalahan kehidupan beragama di wilayahnya. Dari hasil riset kasus di Desa Tamantirto, menunjukkan bahwa untuk melestarikan kehidupan beragama dapat dilakukan melalui berbagai akitivitas kehidupan sosial yang dipelopori tokoh agama, seperti aktivitas ekonomi, upacara lingkungan hidup dan keagamaan, serta hubungan-hubungan formal dalam organisasi kemasyarakatan. Berbagai aktivitas sosial ini dapat meminimalisir konflik sekaligus sebagai perekat sosial guna mendorong tumbuhnya kerukunan beragama sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan.

Kata Kunci: Masyarakat lokal, aktivitas sosial, integrasi sosial

HIDUP SAKIT MATI JANGAN DULU
Mengurai Realita Migrasi Permasalahan dan Resolusinya

Lalu Darmawan
Dosen LB. Prodi Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Hidup................


Disfungsi Agama Di Kalangan Remaja Dan Hegemoni Materialistik

Muhammad Yusuf
Dosen Ilmu Tafsir Sosial Fakultas Ushuluddin UIN SUKA

Remaja adalah makhluk yang sedang tumbuh menjadi dewasa, sekaligus kelak menjadi investasi sosial bagi orang tua, masyarakat dan negara. Untuk itu, ia harus diarahkan untuk mengembangkan potensi intelektual dan kepribadiannya secara religius, sehingga tidak menjadi ‘bencana’ bagi diri, sekaligus ‘musibah’ bagi banyak pihak. Dari gagasan itulah, artikel ini disajikan untuk menganalisis bagaimana peran ideal agama bagi remaja dalam menemukan cita-cita dan pembentukan moralitasnya. Alhasil, nilai-nilai yang terkandung dalam agama rasanya dapat dijadikan landasan sikap dan tindakan remaja dalam merepons tantangan perubahan zaman yang problematis dan rumit ini. Karena itulah semua problem yang hidup manusia yang ditimbulkan akibat perubahan zaman, akan membawa konsekuensi-konsekuensi negatif yang abnormal dan irasional (khariq li al-‘adah wa ghair al-ma’qul), termasuk problem yang dihadapi remaja. Karena itu pula, idealnya nilai-nilai agama yang suci secara fungsional dapat berdampak positif dalam kehidupan dan pergaulan sosial remaja di tengah perubahan zaman yang ditandai dari perkembangan iptek dan hegemoni materialisme dunia dewasa ini

Kata kunci: Remaja, disfungsi agama, iptek & hegemoni materialistik


Konsep Emotional Intelelligence : “Waskita Ing Nafsu”
Dalam Perspektif Orang Jawa Di Yogyakarta

Casmini
Dosen Bimbingan & Konseling Islam
Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga

Artikel riset ini ditulis dengan tujuan utama untuk menggambarkan makna emotional Intelligence dari sudut orang Jawa di Yogyakarta, sekaligus menganalisa peranan nilai “rukun” dan “hormat” pada kecerdasan emosional. Metode yang digunakan adalah pendekatan grounded research. Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan, indepth interview, dan observasi. Subjek dalam riset ini (N) berjumlah 3 orang. Hasil dari riset ini menemukan bukti bahwa orang Jawa mempunyai simbol-simbol untuk menginterpretasikan kecerdasan emosionalnya, seperti, air, udara, angkasa, dan api.

Kata kunci: Emotional intelligence, rukun, wedi, sungkan, isin


RESENSI BUKU

Judul Buku : Metode Studi Islam Aplikasi Sosiologi pengetahuan Sebagai Cara Pandang

Penulis : Dr. Muhyar Fanani

Cetakan : I, Agustus 2008

Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta


Studi Islam dan Sosiologi Pengetahuan

Zulfadli

Mahasiswa Jurusan Politik dan Pemerintahan Islam (JS)

Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga

Pegiat Komunitas Surau Tuo Yogyakarta

Sebagai sebuah disiplin keilmuan, metodologi studi Islam (Islamic studies) mengalami perkembangan signifikan belakangan ini. Studi ini mempunyai akar yang kokoh dalam tradisi Islam ketika melakukan penafsiran terhadap nash (al-Qur’an dan Sunnah). Oleh karena itu studi ini mendapatkan perhatian luas di kalangan ilmuwan, baik di Barat maupun Timur. Hal ini juga berarti studi ini mendapatkan tempatnya yang layak dalam khasanah ilmu pengetahuan.

Salah satu problem utama yang dihadapi umat Islam ketika mengkaji Islam adalah lemahnya penguasaan metodologi, bukan pada kurangnya penguasaan materi. Tetapi lebih kepada cara-cara penyajian terhadap materi yang dikuasai. Karena ketika orang berbicara tentang Islam akan melahirkan beraneka ragam penafsiran, pemahaman dan cara pandang yang berbeda antara satu penafsiran dengan penafsiran lain. Namun dalam kenyataannya sering terjadi truth claim (klaim kebenaran) antara satu penafsiran dengan yang lain. Sehingga jamak terjadi pertikaian, kekerasan, dan konflik atas nama agama. Apakah dalam tubuh agama (insider) maupun berhadapan dengan agama lain (out sider).

Kurangnya penguasaan metodologis, itulah yang berusaha dijawab oleh buku yang berjudul Metode Studi Islam Aplikasi Sosiologi Pengetahuan Sebagai Cara Pandang yang ditulis oleh Muhyar Fanani ini. Metode (science of method) dapat diartikan sebagai suatu pembahasan konsep teoritis berbagai metode yang terkait dalam suatu sistem pengetahuan. Menurut Muhyar salah satu metode dalam memahami studi Islam adalah dengan menggunakan pendekatan sosiologi pengetahuan.

Sosiologi pengetahuan sebagai cara pandang dalam studi Islam dianggap mampu menjawab krisis terjadinya irrelevansi antara ilmu-ilmu keislaman dengan realitas masyarakat kontemporer. Adanya jurang pemisah yang jauh antara kajian keislaman klasik dengan persoalan sosial-keagamaan masyarakat kontemporer menuntut adanya sebuah paradigma baru dalam memahami Islam yang sesuai dengan konteks kekinian. Karena agama dituntut harus mampu menjawab semua persoalan keagamaan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat...............

Tidak ada komentar: